Kamis, 27 Oktober 2016
Jumat, 21 Oktober 2016
Kamis, 13 Oktober 2016
HAMBATAN ATMOSFER YANG BERKAITAN DENGAN PENGINDRAAN JAUH
Hambatan yang besar muncul di dalam
atmosfer yang rapat, dan satelit dengan perigee dibawah ~120 km memiliki kala
hidup yang pendek. Disisi lain, satelit pada ketinggian diatas 600 km, hambatan
atmosfernya lemah dimana satelit biasanya bertahan pada orbitnya lebih dari
kala hidup operasional satelit. Pada ketinggian ini, gangguan periode orbit
sangat kecil sehingga kita bisa dengan mudah menghitungnya tanpa pengetahuan
yang tepat mengenai kerapatan atmosfer. Di ketinggian menengah, dua variabel
kasar dari sumber energi menyebabkan variasi yang besar dalam kerapatan
atmosfer dan menimbulkan gangguan orbit. Variasi ini dapat diprediksi dengan
dua model empiris:
Hambatan yang besar muncul di dalam
atmosfer yang rapat, dan satelit dengan perigee dibawah ~120 km memiliki kala
hidup yang pendek. Disisi lain, satelit pada ketinggian diatas 600 km, hambatan
atmosfernya lemah dimana satelit biasanya bertahan pada orbitnya lebih dari
kala hidup operasional satelit. Pada ketinggian ini, gangguan periode orbit
sangat kecil sehingga kita bisa dengan mudah menghitungnya tanpa pengetahuan
yang tepat mengenai kerapatan atmosfer. Di ketinggian menengah, dua variabel
kasar dari sumber energi menyebabkan variasi yang besar dalam kerapatan
atmosfer dan menimbulkan gangguan orbit. Variasi ini dapat diprediksi dengan
dua model empiris: Mass Spectometer Incoherent Scatter (MSIS) dan model Jacchia
[Hedin,1986; Jacchia,1977]. Ketinggian diantara 120 dan 600 km termasuk dalam
termosfer Bumi, daerah diatas 90 km dimana absorpsi Radiasi Ultraviolet Ekstrim
(EUV) dari Matahari menghasilkan penurunan temperatur terhadap ketinggian dalam
laju yang sangat cepat. Pada ketinggian ~200-250 km, temperatur ini mendekati
nilai batas, dinamakan dengan temperatur eksosfer, dimana nilai rata-ratanya
berada pada rentang diantara ~600 dan 1200 K selama siklus Matahari. Termosfer
mungkin juga mengalami pemanasan yang kuat dari aktivitas geomagnet, yang
merupakan transfer energi dari magnetosfer dan ionosfer. Pemanasan termosfer
menurunkan kerapatan atmosfer dikarenakan pemuaian termosfer menyebabkan
penurunan tekanan pada ketinggian yang bersangkutan. Pemanasan selama radiasi
ultraviolet ekstrim dan variasi siklus Matahari mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kala hidup satelit. Badai Geomagnet biasanya terlalu singkat untuk
mempengaruhi kala hidup satelit secara signifikan. Radiasi ultraviolet ekstrim
dari Matahari diserap secara sempurna oleh atmosfer sebelum menyentuh permukaan
Bumi dan itu tidak dihitung secara berkala oleh instrumen bawaan satelit;
konsekuensinya, pengaruh terhadap satelit tidak dapat diprediksikan. Aktivitas
Matahari dipantau menggunakan semacam indeks seperti bilangan sunspot dan
indeks F10.7 yang sebelumnya didiskusikan. Kerapatan diperoleh dari model
atmosfer MSIS [Hedin,1986]. Dibawah 150 km, kerapatan tidak terlalu dipengaruhi
oleh aktivitas Matahari. Bagaimanapun, pada ketinggian satelit dalam rentang
500 sampai 800 km, variasi kerapatan diantara aktivitas Matahari maksimun dan
aktivitas Matahari minimum menunjukan perbedaan yang besarnya mendekati orde 2.
Variasi yang besar dalam kerapatan menyatakan secara tidak langsung bahwa
satelit akan jatuh lebih cepat selama periode aktivitas Matahari maksimum dan
lebih lambat selama aktivitas Matahari minimum. Kami mengasumsikan bahwa
seluruh satelit yang diluncurkan dalam orbit lingkaran sempurna pada ketinggian
700 km- tahun 1956 tiga satelit diluncurkan pada permulaan aktivitas Matahari
maksimum, tahun 1959 tiga satelit diluncurkan menjelang akhir dari aktivitas
Matahari maksimum, dan tahun 1962 tiga satelit diluncurkan mendekati waktu
aktivitas Matahari minimum. Dalam setiap kelompok, masing-masing satelit
memiliki koefisien balistik yaitu 20 kg/m2, 60 kg/m2 dan 200 kg/m2. Sejarah
dari 9 satelit ini ditunjukan pada grafik. Satelit jatuh sangat lambat selama
aktivitas Matahari minimum, kemudian sangat cepat selama aktivitas Matahari
maksimum. untuk satu satelit, setiap periode aktivitas Matahari maksimum akan
menghasilkan kejatuhan yang besar dibandingkan saat aktivitas Matahari maksimum
sebelumnya karena satelit mengalami pelemahan. Hal ini tentu akan terjadi
bergantung pada tingkat aktivitas Matahari maksimum tertentu. Pengaruh dari
aktivias Matahari maksimum juga akan bergantung pada koefisien balistik
satelit. Satelit dengan koefisien balistik yang rendah akan bereaksi dengan
cepat terhadap atmosfer dan akan cenderung jatuh dengan segera. Satelit dengan
koefisien balistik yang tinggi akan mendorong melewati nilai yang besar dari
siklus Matahari dan akan jatuh lebih lambat. Perlu dicatat bahwa waktu satelit
jatuh menghasilkan perhitungan yang lebih baik dalam siklus matahari
dibandingkan dalam tahun. 9 satelit tersebut seluruhnya jatuh selama periode
aktivitas Matahari maksimum. Untuk rentang koefesien balistik yang ditunjukan,
kala hidup bervariasi dari yang mendekati setengah siklus Matahari (5 tahun)
hingga 17 siklus Matahari (190 tahun). Untuk memprediksikan dimana satelit akan
jatuh benar-benar sulit. Dibawah ketinggin 200 km, satelit yang mengorbit jatuh
dalam beberapa hari, kerapatan atmosfer sebagian besar bebas dari pengaruh
sikus Matahari, dan kurva di bagian atas dan bawah untuk setiap koefisien mulai
menyatu. Dilihat dari kala hidup satelit pada setengah siklus Matahari
(mendekati 5 tahun), terdapat perbedaan yang sangat besar diantara satelit yang
diluncurkan pada permulaan aktivitas Matahari minimum (kurva atas) dan yang
diluncurkan pada permulaan aktivitas Matahari maksimum (kurva bawah). Juga
perhatikan bahwa perbedaan diantara kurva aktivitas Matahari maksimum dan
aktivitas Matahari minimum lebih besar untuk satelit dengan koefisien balistik
yang rendah seperti yang sudah kita prediksikan. Setelah setengah siklus
Matahari, satelit di kurva atas dari setiap pasangan akan menyentuh aktivitas
Matahari maksimum dan kurva akan menjadi lebih datar. Perbedaan terdapat pada
kurva bawah yang akan menyentuh aktivitas Matahari minimum dan akan hampir
berhenti jatuh sedemikian sehingga kurva menjadi hampir vertikal. Pola osilasi
ini berlanjut dengan frekuensi 11 tahunan siklus Matahari yang dapat dilihat dibagian
atas kurva. Pada akhirnya di ketinggian yang tinggi dan kala hidup yang
panjang, kurva menyatu karena satelit akan melihat jumlah yang besar dari
siklus Matahari dan akan membuat perbedaan yang sangat kecil ketika satelit
diluncurkan, tentunya kala hidup sebenarnya untuk setiap satelit tertentu akan
bergantung pada kedua hal yaitu variasi indeks F10,7 sebenarnya dan rancangan
serta letak satelit.
Jumat, 07 Oktober 2016
Pengertian dan Perkembangan pengindraan jauh
A. Pengertian
Penginderaan Jauh
Pengindraan
Jauh adalah suatu proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya
kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut. Informasi diperoleh dengan
cara deteksi dan pengukuran berbagai perubahan yang terdapat pada dimana obyek
berada. Proses tersbut dilakukan dengan cara perabaan atau perekaman energi
yang dipantulkan, memproses, menganalisa, dan menerapkan informasi. Informasi
secara potensial tertangkap pada suatu ketinggian melalui energi yang terbangun
dari permukaan bumi, yang secara dtail didapatkan dari variasi-variasi spasial,
spektral, dan temporal lahan tersebut.
Variasi
spasial, spektral, dan temporal memberikan tambahan informasi yang saling
melengkapi. Sebaran bentukan garis lurus yang membentuk jalur-jalur memberikan
informasi terdapatnya suatu aktifitas dilokasi tersebut. Bentukan-bentukan yang
teratur yang menyerupai rumah menambah informasi bahwa lokasi tersebut juga
menjadi tempat tinggal. Dua informasi tersebut berasal dari variasi spasial
obyek pada citra. Warna merah kecoklatan memperjelas pembedaan kumpulan obyek
rumah dengan lokasi lahan bertutupan vegetasi yang berwarna hijau. Tambahan
informasi ini berasal dari adanaya variasi spektral yang secara detil menambah
akurasi identifikasi obyek. Perubahan jumlah obyek pada satu lokasi yang
terdapat pada dua citra yang berbeda waktu perekamannya memberikan informasi
multi temporal. Informasi multi temporal ini sangat bermanfaat dalam
menganalisis perubahan fenomena yang terjadi pada rentang waktu tertentu di
lokasi tersebut.
Perjalanan
energi dalam sistem penginderaan jauh dapat dilihat pada gambar berikut :
Perjalanan
energi tersebut membawa informasi dari muka bumi pada data citra yang siap
digunakan untuk berbagai keperluan. Secara singkat beberapa subsistem penting
dalam penginderaan jauh dapat disebutkan sebagai berikut :
1.
Sumber energi yang merupakan hal utama yang diperlukan dalam penginderaan jauh
sebagai penyedia energi yang dipancarkan.
2.
Radiasi dan atmosfer, sebagai perjalanan energi dari sumber ke target.
3.
Interaksi energi dengan target.
4.
Perekaman energi oleh sensor.
5.
Tranmisi energi dari sumber ke sensor
6.
Interpretasi dan analisis data hasil perekaman
7.
Aplikasi
Satelit
penginderaan jauh sumber daya yang banyak dimanfaatkan selama ini merupakan
satelit yang menggunakan sistem optis. Penginderaan jauh sistem optis ini
memanfaatkan spektrum tampak hingga infra merah. Rentang gelombang elektromagnetik
yang lebih luas dalam penginderaan jauh meliputi gelombang pendek mikro hingga
spektrum yang lebih pendek seperti gelombang infra merah, gelombang tampak, dan
gelombang ultra violet.
B. Citra
Citra
merupakan hasil dari pemotretan/rekaman inderaja baik melalui sensor foto
maupun elektromagnetik. Untuk menganalisis kenampakan yang terdapat dalam citra
inderaja diperlukan penguasaan terhadap beberapa ciri spasial/keruangan yang
terdapat dalam citra :
1. Rona
Rona adalah
tingkat kecerahan suatu obyek yang dapat diidentifikasi dari warna yang tampak.
Warna biru menandakan wilayah perairan, warna hijau gelap menandakan wilayah
hutan, hijau muda menandakan wilayah pertanian dan sebagainya.
2. Tekstur
Adalah
ukuran kasar/halus suatu objek misalnya jika tekstur objek kasar dapat
menandakan wilayah hutan atau jika tekstur halus menandakan gurun, padang
rumput dan lainnya.
3.Ukuran
Objek yang
tertangkap dapat berupa berbagai ukuran seperti sempit, luas, memanjang, dan lainnya.
4. Bayangan
Bayangan
ditentukan dari intensitas cahaya yang ditangkap objek.
5. Situs
Adalah
hubungan antara suatu objek dengan lingkungan sekitarnya. Misal dalam citra
teridentifikasi
terdapat
hutan bakau maka dapat disimpulkan bahwa wilayah tersebut adalah wilayah
pantai.
6. Pola
Objek di
permukaan bumi dapat memiliki ciri menghasilkan pola-pola tertentu seperti
pemukiman yang menggerombol, jalan yang memanjang dan lainnya.
7. Bentuk
Objek yang
terekam memiliki bentuk yang beranekaragam mulai dari bulat, lurus, beraturan,
dan lainnya. Bentuk stadion olah raga jika dilihat dari udara dapat berbentuk
oval atau bulat.
8. Asosiagic
Ciri suatu
objek yang khas misalnya, kawasan pabrik berasosiasi dengan cerobong asap,
jalan berasosiasi dengan kendaraan, pantai berasosiasi dengan pohon kelapa dan
lainnya
C. Interpretasi Citra
Data
penginderaan jauh adalah berupa citra. Citra penginderaan auh memiliki beberapa
bentuk yaitu foto udara atau pun citra satelit. Data penginderaan jauh tersebut
adalah hasil rekaman objek muka bumi oleh sensor. Data penginderaan jauh ini
dapat memberikan banyak informasi setelah dilakukan proses interpretasi
terhadap data tersebut.
Interpretasi
citra merupakan serangkaian kegiatan identifikasi, pengukuran dan penterjemahan
data-data pada sebuah atau serangkaian data penginderaan jauh untuk memperoleh
informasi yang bermakna. Sebuah data penginderaan jauh dapat diturunkan
banyak informasi dari serangkaian proses interpretasi citra ini. Dalam proses
interpretasi, objek diidentifikasi berdasarkan karakteristik berikut :
-
Target dapat berupa fitur titik, garis, atau pun area.
-
Target harus dapat dibedakan dengan objek lain.
1.
Interpretasi Manual dan Digital
Sebagian
besar data penginderaan jauh diinterpretasikan secara manual dan visual.
Interpretasi ini menggunakan data penginderaan jauh yang diwujudkan dalam
tampilan citra atau format fotografis, terlepas dari sensor apa yang digunakan
dan bagaimana cara perekamannya. Data penginderaan jauh model ini sering
disebut dengan format analog.
Citra
penginderaan jauh dapat pula disajikan menggunakan komputer dalam bentuk larik
piksel, dimana masing-masing piksel berhubungan dengan nilai digital yang
merepresentasi tingkat kecerahan piksel tersebut pada citra. Data seperti ini
disebut dengan data format digital. Interpretasi visual dapat pula dilakukan
dengan mengamati citra digital pada layer komputer.
Interpretasi
dapat dilakukan dengan tampilan hitam putih atau citra berwarna. Citra hitam
putih menampilkan citra satu saluran yang disajikan dengan perbedaan tingkat
keabuan (grey scale). Piksel dengan nilai rendah akan representasi dengan warna
hitam dan nilai tinggi direpresentasi dengan warna putih. Perbedaan nilai
pantul spektral yang terekam pada sensor menjadikan nilai pada tiap piksel
citra bervariasi. Variasi inilah yang selanjutnya diwujudkan dengan tampilan
gradasi hitam putih tersebut pada citra dan membentuk gambaran objek di muka
bumi.
Citra
berwarna merupakan tampilan citra dengan multi saluran yang dihubungkan dengan
penembak warna merah, hijau, dan biru (RGB) pada komputer. Variasi nilai pada
suatu koordinat piksel yang sama akan mempengaruhi intensitas masing-masing
warna yang muncul di layar komputer. Efek dari prose ini adalah tampilnya citra
dengan warna-warna pada objek-objeknya. Warna objek sangat tergantung dari
kombinasi saluran yang digunakan dalam penampilan tersebut. Tampilan citra ini
sering pula disebut dengan tampilan multi spektral.
Ketika data
penginderaan jauh berbentuk digital, maka proses dan analisis digital dapat
dilakukan dengan menggunakan komputer. Proses dan analisis digital citra
dilakukan untuk mempertajam atau meningkatkan kualitas dan akurasi interpretasi
secara visual terhadap citra tersebut. Dalam proses dan analisis digital, dapat
dilakukan proses otomasi identifikasi objek dan penyadapan informasi. Proses
otomasi ini mengurangi intervensi dari interpreter pada proses interpretasi
tersebut. Hal seperti ini sering dilakukan untuk melengkapi dan membantu
analisis oleh interpreter citra.
2.
Karakteristik Interpretasi Manual dan Digital
Interpretasi
manual banyak dilakukan terhadap data foto udara. Interpretasi ini dilakukan
dengan mengamati data foto tersebut. Berbeda dengan interpretasi digital,
metode ini dilakukan secara digital dengan menggunakan komputer. Kedua model
interpretasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.
Berikut
adalah karakteristik pada metode interpretasi manual :
a. Interpretasi
manual biasanya memerlukan lebih sedikit peralatan khusus.
b. Interpretasi
manual melakukan analisis secara relative sederhana terhadap satu saluran atau
citra tunggal.
c. Interpretasi
manual merupakan proses yang bersifat subjektif sehingga hasil interpetasinya
sangat mungkin terjadi perbedaan antara seorang interpreter dengan interpreter
lainnya.
Seperti
halnya pada interpretasi manual, metode interpretasi digital memiliki karakteristik
yang berbeda sebgai berikut :
a. Interpretasi
digital memerlukan peralatan yang khusus dan relatif mahal.
b. Interpretsi
digital dapat melakukan analisis yang kompleks terhadap beberapa saluran citra
secara multispektral, multi temporal dan multi
spasial.
c. Interpretasi
digital melakukan analisis terhadap nilai digital citra yang terkandung pada
tiap larik piksel sehingga hasil interpretasi citra ini relative objektif dan
konsisten.
Sesuai
dengan karakteristik dari masing-masing metode interpretasi tersebut, kedua
model interpretasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan
kekurangan dari metode tersebut tentu sangat terkait dengan karakteristiknya
masing-masing. Dalam proses analisis, kedua metode tersebut dapat digunakan
secara bersama. Proses digital digunakan untuk meningkatkan kualitas citra dan
meningkatkan konsistensi interpretasi, selanjutnya interpretasi manual
digunakan untuk pengambilan kesimpulan akhir dari proses interpretasi tersebut.
D. Penginderaan Jauh Sebagai Ilmu,
Teknik, dan Seni
Penginderaan
jauh dikatakan sebagai ilmu karena memiliki berbagai karakteristik yang jelas.
Karakteristik yang jelas itu antara lain terdapat pada lingkup studinya,
konsepsi dasar, metodologi, serta filosofinya. Bila penginderaan jauh digunakan
oleh pakar lain untuk menopang penelitian atau pekerjaannya, maka penginderaan
jauh merupakan teknik bagi mereka. Misalnya seorang pakar lingkungan hidup yang
menggunakan bantuan citra satelit untuk mengetahui kerusakan hutan.
E. Sejarah Perkembangan
Penginderaan Jauh
Perkembangan penginderaan jauh (PJ)
bisa dibedakan kedalam dua tahap yaitu sebelum dan sesudah tahun 1960. Sebelum
tahun 1960 masih digunakan foto udara, setelah tahun 1960 sudah ditambah dengan
citra satelit.
Perkembangan kamera diperoleh dari percobaan yang dilakukan pada lebih dari 2.300 tahun yang lalu oleh Aristoteles dengan ditemukannya teknologi Camera Obscura yang merupakan temuan suatu proyeksi bayangan melalui lubang kecil ke dalam ruang gelap. Percobaan ini dilanjutkan dari abad ke 13 sampai 19 oleh ilmuwan seperti Leonardo da Vinci, Levi ben Gerson, Roger Bacon, Daniel Barbara (penemuan lensa yang dapat dipakai untuk pembesaran pandangan jarak jauh melalui penggunaan teleskop), Johan Zahr (penemuan cermin), Athanins Kircher, Johannes Kepler, Robert Boyle, Robert Hooke, William Wollaston dan George Airy
Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses Daguerrotype. Kemudian proses fotografi tersebut berkembang setelah diproduksi rol film yang terbuat dari bahan gelatin dan silver bromide secara besar-besaran. Kegiatan seni fotografi menggunakan balon udara yang digunakan untuk membuat fotografi udara sebuah desa dekat kota Paris berkembang pada tahun 1859 oleh Gaspard Felix Tournachon. Pada tahun 1895 berkembang teknik foto berwarna dan berkembang menjadi Kodachrome tahun 1935.
Pada 1903 di Jerman, kamera pertama yang diluncurkan melalui roket yang dimaksudkan untuk melakukan pemotretan udara dari ketinggian 800 m dan kamera tersebut kembali ke bumi dengan parasut. Foto udara pertama kali dibuat oleh Wilbur Wright pada tahun 1909.
Selama periode Perang Dunia I, terjadi lonjakan besar dalam penggunaan foto udara untuk berbagai keperluan antara lain untuk pelacakan dari udara yang dilakukan dengan pesawat kecil dilengkapi dengan kamera untuk mendapatkan informasi kawasan militer strategis, juga dalam hal peralatan interpretasi foto udara, kamera dan film. Pada tahun 1922, Taylor dan rekan-rekannya di Naval Research Laboratory USA, berhasil mendeteksi kapal dan pesawat udara. Pada masa ini Inggris menggunakan foto udara untuk mendeteksi kapal yang melintas kanal di Inggris guna menghindari serangan Jerman yang direncanakan pada musim panas tahun 1940. Angkatan Laut Amerika, pada tanggal 5 Januari 1942 mendirikan Sekolah Interpretasi Foto Udara (Naval Photographic Interpretation School), bertepatan dengan sebulan penyerangan Pearl Harbor.
Sejak 1920 di Amerika, pemanfaatan foto udara telah berkembang pesat yang mana banyak digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan lahan, pertanian, kehutanan, dan pemetaan penggunaan tanah. Dimulai dari pemanfaatan foto hitam putih yang pada gilirannya memanfaatkan foto udara berwarna bahkan juga foto udara infra merah.
Selama perang dunia ke II, pemanfaatan foto udara telah dikembangkan menjadi bagian integral aktifitas militer yang digunakan untuk pemantauan ketahanan militer dan aktifitas daerah di pasca perang. Pada masa ini Amerika Serikat, Inggris dan Jerman mengembangkan penginderaan jauh dengan gelombang infra merah. Sekitar tahun 1936, Sir Robert Watson-Watt dari Inggris juga mengembangkan sistem radar untuk mendeteksi kapal dengan mengarahkan sensor radar mendatar ke arah kapal dan untuk mendeteksi pesawat terbang sensor radar di arahkan ke atas. Panjang gelombang tidak diukur dengan sentimeter melainkan dengan meter atau desimeter. Pada tahun 1948 dilakukan percobaan sensor radar pada pesawat terbang yang digunakan untuk mendeteksi pesawat lain. Radar pertama menghasilkan gambar dengan menggunakan B-Scan, menghasilkan gambar dengan bentuk segi empat panjang, jarak obyek dari pesawat digunakan sebagai satu kordinat, kordinat lainnya berupa sudut relatif terhadap arah pesawat terbang. Gambar yang dihasilkan mengalami distorsi besar karena tidak adanya hubungan linier antara jarak dengan sudut. Distorsi ini baru dapat dikoreksi pada radar Plan Position Indicator (PPI). PPI ini masih juga terdapat distorsi, tetapi ketelitiannya dapat disetarakan dengan peta terestrial yang teliti. Radar PPI masih digunakan sampai sekarang. Radar PPI dan Radar B –Scan antenanya selalu berputar. Pada sekitar tahun 1950 dikembangkan sistem radar baru yang antenanya tidak berputar yaitu dipasang tetap di bawah pesawat, oleh karena itu antenanya dapat dibuat lebih panjang sehingga resolusi spatialnya lebih baik.
Pada periode tahun 1948 hingga tahun 1950, dimulai peluncuran roket V2. Roket tersebut dilengkapi dengan kamera berukuran kecil. Selama tahun 1950-an, dikembangkan foto udara infra merah yang digunakan untuk mendeteksi penyakit dan jenis-jenis tanaman.
Aplikasi di bidang militer diawali dengan ide untuk menempatkan satelit observasi militer pada tahun 1955 melalui proyek SAMOS (Satellite and Missile Observation System), yang dipercayakan oleh Pentagon kepada perusahaan Lockheed. Satelit pertama dari proyek ini dilucurkan pada tanggal 31 Januari 1961 dengan tujuan menggantikan sistem yang terpasang pada pesawat-pesawat pengintai U2 (Hanggono, 1998).
Perkembangan Sesudah Tahun 1960.
Perekaman bumi pertama dilakukan oleh satelit TIROS (Television and Infrared Observation Satellite) pada tahun 1960 yang merupakan satelit meteorologi. Setelah peluncuran satelit itu, NASA meluncurkan lebih dari 40 satelit meteorologi dan lingkungan dengan setiap kali diadakan perbaikan kemampuan sensornya. Satelit TIROS ini sepenuhnya didukung oleh ESSA (Environmental Sciences Services Administration), kemudian berganti dengan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada bulan Oktober 1970. Seri kedua dari satelit TIROS ini disebut dengan ITOS (Improved TIROS Operational System). Sejak saat ini peluncuran manusia ke angkasa luar dengan kapsul Mercury, Gemini dan Apollo dan lain-lain digunakan untuk pengambilan foto pemukaan bumi. Sensor multispektral fotografi S065 yang terpasang pada Apollo-9 (1968) telah memberikan ide pada konfigurasi spektral satelit ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite), yang akhirnya menjadi Landsat (Land Satellite). Satelit ini merupakan satelit untuk observasi sumber daya alam yang diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 dan peluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982, disusul Landsat 5 yang peluncurannya pada tanggal 1 Maret 1984, dan Landsat 6 gagal mencapai orbit. Direncanakan pada awal 1998 akan segera diluncurkan satelit Landsat 7 sebagai pengganti Landsat 5.
Perkembangan satelit sumber daya alam tersebut diikuti oleh negara lain, dengan meluncurkan satelit PJ operasional dengan berbagai misi, teknologi sensor, serta distribusi data secara komersial, seperti satelit SPOT-1 (Systemme Probatoire d’Observation de la Terre) oleh Perancis pada tahun 1986 yang diikuti generasi berikutnya, yaitu SPOT-2, 3, dan 4.
Demikian juga dengan dipasangnya sensor radar pada satelit PJ sebagai
penggambaran sensor optik, merupakan peluang yang baik bagi negara Indonesia,
yang wilayahnya tertutup awan sepanjang tahun.
Pada tahun 1986 Heinrich Hertz melakukan percobaan yang menghasilkan bahwa berbagai obyek metalik dan non metalik memantulkan tenaga elektromagnetik pada frekwensi 200 MHz yang dekat dengan gelombang mikro. Percobaan radar pertama kali dilakukan oleh Hulsmeyer pada tahun 1903 untuk mendeteksi kapal.
Satelit PJ radar yang digunakan untuk mengindera sumber daya di bumi dimulai dengan satelit eksperimen Amerika Serikat untuk mengindera sumber daya laut Seasat (Sea Satellite) tanggal 27 November 1978, SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981, SIR-B tahun 1984, SIR-C tahun 1987. Disusul satelit SAR milik Rusia Cosmos 1870 tahun 1987, dan beroperasi selama dua tahun, untuk pengumpulan data daratan dan lautan. Cosmos-1870 ini hanya merupakan suatu prototipe, yang dirancang khusus untuk satelit sistem radar, yang secara operasional akan dilakukan oleh Almaz-1. Satelit Almaz-1 diluncurkan 31 Maret 1991, yang awalnya untuk pantauan kondisi cuaca setiap hari, sedangkan secara operasional mengindera bumi baru dimulai 17 Oktober 1992 dan beroperasi selama 18 bulan. Konsorsium Eropa (ESA = European Space Agency) tidak mau ketinggalan meluncurkan ERS-1 tahun 1991 dan ERS-2 tahun 1995. Disusul Jepang dengan JERS (Japan Earth Resources Satellite), yaitu JERS-1 diluncurkan tanggal 11 Februari 1992, namun program ini tidak diteruskan dan diganti dengan Adeos (Advanced Earth Observation Satellite) Agustus 1996, serta GMS (Geostationer Meteorogical Satellite), India dengan IRS (Indiana Resources Satellite); dan Canada dengan Radarsat (Radar Satelitte).
Pada saat ini, satelit intelijen Amerika memiliki kemampuan menghasilkan citra dengan resolusi yang sangat tinggi, mampu mencapai orde sepuluhan sentimeter. Pada sebuah citra KH-12, mampu mengambil gambar pada malam hari dengan menggunakan gelombang infra merah yang sangat berguna untuk mendeteksi sebuah kamuflase atau bahkan dapat melihat jika seorang serdadu menggunakan topi/helmnya. Selain Amerika negara lain yang memiliki satelit pengindera bumi dengan resolusi yang sangat tinggi adalah Rusia dengan KVR 1000 (satelit Yantar Kometa), Perancis dengan Helios-2A dan Israel dengan Offeq-2.
Selain di bidang militer, pemerintah Amerika Serikat juga telah memberikan lisensi kepada tiga perusahaan swasta untuk meluncurkan satelit sipil beresolusi sangat tinggi seperti Orbview (Orbital Science Corporation), Space Imaging Satellite (Lockheed) dan Earthwatch (Ball Aerospace). Orbview akan menangani misi Orbview/Baseline yang akan diluncurkan tahun 1999 yang menawarkan resolusi 1 meter untuk mode pankromatik dan 4 meter untuk mode multispektral. Pada pertengahan tahun 1998 ini juga direncanakan peluncuran satelit Quick Bird yang merupakan satelit penerus generasi sistem Early Bird. Satelit Quick Bird akan membawa sensor QuickBird Panchromatic dengan resolusi spatial 1 meter dan QuickBird Multispectral dengan resolusi 4 meter.
Setiap program satelit mempunyai misi khusus mengindera dan mengamati permukaan bumi, sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan aplikasi yang menjadi tujuannya. Misi satelit PJ resolusi tinggi sebagian berorientasi untuk inventarisasi, pantauan, dan penggalian lahan atau daratan, sebagian untuk mendapatkan informasi kelautan dan lingkungan. Tabel 1 menunjukkan program satelit PJ operasional mulai dari tahun 1990 sampai menjelang tahun 2000, yang distribusi datanya bagi masyarakat di seluruh dunia. Data PJ tersebut dapat dipesan, dibeli, atau diminta melalui operator satelit atau stasiun bumi di negara atau kawasan setempat.
Di
Indonesia, pengguanaan foto udara untuk survei-pemetaan sumberdaya telah
dimulai oleh beberapa lembaga pada awal tahun 1970-an. Pada periode yang sama,
ketika berbagai lembaga di Indonesia masih belajar memanfaatkan foto udara,
Amerika Serikat pada tahun 1972 telah meluncurkan satelit sumberdaya ERTS-1
(Earth Resources Technology Satellite-1) yang kemudian diberi nama baru menjadi
Landsat-1. Satelit ini mampu merekam hampir seluruh permukaan bumi pada
beberapa spektra panjang gelombang dan dengan resolusi spasial sekitar 80
meter. Sepuluh tahun kemudian, Amerika Serikat telah meluncurkan satelit
sumberdaya Landsat-4 (Landsat-D) yang merupakan satelit sumberdaya generasi
kedua, dengan memasang sensor baru Thematic Mapper yang mempunyai resolusi yang
jauh lebih tinggi dari pada pendahulunya, yaitu 30 meter pada enam saluran
spektral pantulan dan 120 meter pada satu saluran spektral pancaran termal.
Pada tahun yang hampir bersamaan itu pula, beberapa lembaga Indonesia baru
mulai memasang sistem komputer pengolah citra digital satelit, dan menjadi
salah satu negara yang termasuk awal di Asia Tenggara dalam penerapan sistem pengolah
citra digital. Meski pun demikian, tampak nyata bahwa Indonesia sebagai negara
berkembang cenderung tertinggal dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi.
Langganan:
Postingan (Atom)