Jumat, 07 April 2017

CITRA DIGITAL: CARA PEROLEHAN DAN KARAKTERISTIKNYA

Pengertian Citra
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat digital. Citra analog adalah citra yang bersifat continue seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, dan lain-lain. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutojo, 2009).

Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada citra tersebut (Putra, 2010:19).

Perbedaan Citra Analog dan Citra Digital

Citra Analog
Citra analog adalah citra yang bersifat continue, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer, sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung.

Oleh sebab itu, agar ini dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog, seperti video kamera analog, kamera foto analog, cam, CT scan, sensor rontgen untuk foto thorax, sensor gelombang pendek pada sistem radar, sensor ultrasound pada sistem USG, dan lain-lain.

Citra Digital
Citra digital merupakan representatif dari citra yang diambil oleh mesin dengan bentuk pendekatan berdasarkan sampling dan kuantisasi. Sampling menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom. Dengan kata lain, sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran pixel (titik) pada citra, dan kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang dinyatakan dalam nilai tingkat keabuan (grayscale) sesuai dengan jurnlah bit biner yang digunakan oleh mesin, dengan kata lain kuantisasi pada citra menyatakan jumlah warna yang ada pada citra. (Basuki, 2005:4).


Jenis-Jenis Citra Digital
Ada banyak cara untuk menyimpan citra digital di dalam memori. Cara penyimpanan menentukan jenis citra digital yang terbentuk. Beberapa jenis citra digital yang sering digunakan adalah citra biner, citra grayscale dan citra warna (Sutoyo, 2009:21).

1.      Citra Biner (Monokrom). Banyaknya dua warna, yaitu hitam dan putih. Dibutuhkan 1 bit di memori untuk menyimpan kedua warna ini.
2.      Citra Grayscale (Skala Keabuan). Banyaknya warna tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna ini. Citra 2 bit mewakili 4 warna, citra 3 bit mewakili 8 warna, dan seterusnya. Semakin besar jumlah bit warna yang disediakan di memori, semakin halus gradasi warna yang terbentuk.
3.      Citra Warna (True Color). Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar (RG8 = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap warna mempunyai gradasi sebanyak 255 warna. Berarti setiap piksel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28 x 28 x 28 = 224 =16 juta warna lebih. Itulah sebabnya format ini dinamakan true color karena mempunyai jumlah warna yang cukup besar sehingga bisa dikatakan hampir mencakup semua warna di alam. 




Elemen-elemen Citra Digital
Berikut adalah elemen-elemen yang terdapat pada citra digital (Sutoyo, 2009:24):

1.      Kecerahan (Brightness)Brightness merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan piksel dari citra yang dapat ditangkap oleh sistem penglihatan. Kecerahan pada sebuah titik (piksel) di dalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya.
2.      Kontras (Contrast). Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap dalam sebuah citra. Pada citra yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.
3.      Kontur (Contour). Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada piksel-piksel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata mampu mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.
4.      Warna. Warna sebagai persepsi yang ditangkap sistem visual terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek.
5.      Bentuk (Shape)Shape adalah properti intrinsik dari objek 3 dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia.
6.      Tekstur (Texture)Texture dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel-piksel yang bertetangga. Tekstur adalah sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar, sehingga secara alami sifat-sifat tadi dapat berulang dalam daerah tersebut. Tekstur adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, juga sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tadi, yang sama sekali terlepas dari warna permukaan tersebut.


Pengolahan Citra
Pengolahan citra (image Processing) merupakan proses mengolah piksel-piksel di dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Pada awalnya pengolahan citra ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra, namun dengan berkembangnya dunia komputasi yang ditandai dengan semakin meningkatnya kapasitas dan kecepatan proses komputer serta munculnya ilmu-ilmu komputasi yang memungkinkan manusia dapat mengambil informasi dari suatu citra.

Proses pengolahan citra secara diagram proses dimulai dari pengambilan citra, perbaikan kualitas citra, sampai dengan pernyataan representatif citra yang dicitrakan sebagai berikut:



Proses Pengolahan Citra


Dalam perkembangan lebih lanjut, image processing dan computer vision digunakan sebagai mata manusia, dengan perangkat input image capture seperti kamera dan scanner dijadikan sebagai mata dan mesin komputer (dengan program komputasinya) dijadikan sebagai otak yang mengolah informasi. Sehingga muncul beberapa pecahan bidang yang menjadi penting dalam computer vision, antara lain: pattern recognition (pengenalan pola), biometric pengenalan identifikasi manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang tampak pada badan manusia), content based image and video retrieval (mendapatkan kembali citra atau video dengan informasi tertentu), video editing, dan lain-lain (Basuki, 2005:1).




Teknik-Teknik Pengolahan Citra Digital
Secara umum, teknik pengolahan citra digital dibagi menjadi tiga tingkat pengolahan, yakni sebagai berikut:

1.      Pengolahan Tingkat Rendah (Low-Level Processing). Pengolahan ini merupakan operasional-operasional dasar dalam pengolahan citra, seperti pengurangan noise (noise reduction), perbaikan citra (image enhancement) dan restorasi citra (image restoration).
2.      Pengolahan Tingkat Menengah (Mid-Level Processing). Pengolahan ini meliputi segmentasi pada citra, deskripsi objek, dan klasifikasi objek secara terpisah.
3.      Pengolahan Tingkat Tinggi (High-Level Processing). Pengolahan ini meliputi analisis Citra.

Dari ketiga tahap pengolahan citra digital di atas, dapat dinyatakan suatu gambaran mengenai teknik-teknik pengolahan citra digital dan macam-macamnya, antara lain sebagai berikut (Basuki, 2005:11):

1.      Image enhancement, berupa proses perbaikan citra dengan meningkatkan kualitas citra, baik kontras maupun kecerahan.
2.      Image restoration, yaitu proses memperbaiki model citra,biasanya berhubungan dengan bentuk citra yang sesuai.
3.      Color image processing, yaitu suatu proses yang melibatkan citra berwarna, baik berupa image enhancement, image restoration, atau yang lainnya.
4.      Wavelet dan multiresolution processing, merupakan suatu proses yang menyatakan citra dalam beberapa resolusi.
5.      Image compression, merupakan proses yang digunakan untuk mengubah ukuran data pada citra.
6.      Morphological processing, yaitu proses untuk memperoleh informasi yang menyatakan deskripsi dari suatu bentuk pada citra.
7.      Segmentation, merupakan proses untuk membedakan atau memisahkan objek-objek yang ada dalam suatu citra, seperti memisahkan objek dengan latar belakangnya.
8.      Object recognition, yaitu suatu proses yang dilakukan untuk mengenali objek-objek apa saja yang ada dalam suatu citra.

Karakteristik citra
1. Pixel
Pixel ( picture element ) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit.
Angka numerik ( 1 byte ) dari pixel disebut digital number ( DN ). DN bisa ditampilkan dalam waktu kelabu,berkisar antara putih dan hitam ( gray scale ), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra.
Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale,
yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi.
Untuk Penginderaan Jauh, skala yang dipakai adalah 256 shade gray scale,
dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun sebuah citra.
Untuk citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki.
Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masing-masing pixel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki.
Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus,
yang disebut color composites. Gambar di bawah ini menunjukkan composite dari beberapa band
dari potongan Landat 7 dan pixel yang menyusunnya.


2.  Kontras
Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra.
Sebuah bentuk tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk tersebut dengan backgroundnya tinggi.
Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam contrast.
Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algoritma (persamaan matematis).
Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu,
ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data.
Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan
secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived products, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN).
3. Resolusi
Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra.
Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra.
Pada citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km,
masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1×1 km.
Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km.
Landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat
dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan
dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya,
ketersediaan citra dan fasilitas komputasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra dalam hal
hambatan-hambatan untuk melakukan interpretasi dan klasifikasi yang diperlukan.
Beberapa faktor penting, terutama untuk aplikasi kehutanan tropis adalah:
· Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif,
awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan,
Masalah ini sangat sering dijumpai di daerah tropis, dan mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra
dari sensor pasif (misalnya Landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk keduanya saling melengkapi.
· Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh topografi
 pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.
· Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon,uap air dan aerosol sangat mengganggu pada band nampak dan infrared.
Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.
· Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan.
Semakin detail peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi.
Hal ini salah satunya bisa diperbaiki dengan adanya resolusi spectral dan spasial dari citra komersial yang tersedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar