BAB
IV
STATISTIK
DAN ALJABAR CITRA UNTUK VISUALISASI DAN ANALISIS DATA PENGINDERAAN JAUH
Bab ini memberikan
pengantartentang beberapa aspek statistic yang digunakan dalam analisis dan
visualisasi citra digital. Sebagai pengatar, tentu saja tidak semua hal yang
bersifat teoritis mengenai statistic dipaparkan dalam pembahasan kali ini.
Apabila pembaca membutuhkan informasi yang lebih mendalam mengenai hal ini,
khususnya untuk hal – hal terkait dengan analisis statistic untuk bidang-bidang
kajian ilmu keruangan, buku-buku tulisan Watfoed (1996) dan Shaw dan wheeler
(1993) cukup membantu bagi para pemula pemahaman yang lebih mendalam
mengenaisatatistik untuk data spasial dan gio statistic dapat dibaca pada
tulisan Isaacs dan Srivasttava (1989), Stein et al. (1999) serta Schabenberger
dan Gotway (2005).
Selain pengantar
mengenai beberapa aspek statistic dari citra, bab ini juga membahas metode
visualisasi citra dimana data digital yang tersimpan dalam media penyimpanan
seperti hardisc dibaca oleh program dengan memperhatikan parameter-parameter
statistiknya, kemudian ditampilkan pada layar monitor. Analisis citra tahap
awal juga memerklukan pemahaman serba sedikit mengenai parameter-parameter
statistic yang ada.
4.1 STATISTIK CITRA
Citra, seperti yang
sudah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya, merupakan sekumpulan pixel dengan
nilai tertentu yang mewakili besarnya pantulan atau pancara spectral objek yang
terekam oleh sensor. Dengan demikian, suatu berkas citra tidaklah tersusun atas
kumpulan pixel yang benar-benar homogen, melaikan yerdiri dari suatu populasi
pixel yang memiliki kenyataan di lapangan- yaitu beragamjenis penutup lahan
dengan beragam karakteristik yang terwakili oleh nilainya. Setiap saluran
spectral mempunyai kepekaan tertentu terhadap respons objek-objek ini sehingga
distribusi respons spectral ( yang diwakili oleh nilai-nilai pixel )
objek-objek tersebut pada suatu lingkungan data citra akan berfariasi dari
saluran ke saluran yang lain, dan dari suatu wilayah ke wilayah yang berbeda.
Adanya perbedaan ini menyebabkan pengguna parameter-parameter satatistik
tertentu menjadi penting dan relevan untuk dibahas karna hal itu dapat
digunakan untuk memahami karakteristik populasi pixel yang mewakili objek hasil
perekaman sensor.
Seorang analisis citra
biasanya melakukan obserfasi dan evalwasi awal suatu data digital pengindraan
jauh melalui bebrapa aktifitas berikut ( Jansen, 2005 ):
1. mengamati frekuensi
pemunculan nilai—nilai kecerahan ( brightness values, BV ) secara individual
suatu citra dalam bentuk histogram
2. mengamati nilai BV
pixel secara individual pada layar monitor computer pada suatu lokasi tertentu
atau di dalam suatu daerah geografis.
3. melakukan komputasi
mendasar dalam hal satistik deskriptif univariat pixel-pixelnya untuk menetukan
apakah ada anomaly atau penyimpangan yang tidak lazim dalam data citra tersebut
4. melakukan komputasi
statistic multi variat untuk menentukan besar-besarnya kolerasi antar saluran (
misalnya untuk melihata adanya redudansi data )
4.1.1 NOTASI MATEMATIS
UNTUK STATISTIK PENGOLAHAN CITRA
4.1.2 TENDENSI SENTRAL:
RERATA, KEMENCANGAN, SIMPANGAN BAKU
Sama halnya dengan
statistic populasi yang lain, tendensi sentral suatu citra menggambarkan pola
distribusi nilai kecerahan pixel (BV) dalam citra tersebut. rumus rumus berikut
ini membrikan gambaran bagaimana suatucitra yang merupakan kumpulan pixel
dengan bebagai nilai mempunyai pola statistic tertentu. Tendensi sentral suatu
cita menunjukan kecenderungan distribusi nilai-nilai yang ada dalalm suatu
citra yang bisa ditunjukan dalam bentuk histrogam.
Nilai rerata citra
suatu saluran yang rendah akan ditunjukan oleh tampilan citra (asli) yang
relative gelap. Kalaupun terdapat kenampakan kontra sdi dalamnya, secara
keseluruhan akan diperoleh kesan bahwa citra tersebut berona relative gelap.
Sebaliknya, nilai rerata citra suatu saluran yang lebih tinggi diawali oleh
kenampakan citra yang relatif cerah, baik terlihat kontaras mapun tidak. Selain
nilai rerata µk, ada ukuran tendensi sentral yang lain, yaitu median, modus,
simpangan baku, kemencangan. Rumus-rumus untuk masing-masing parameter adalah
sebagai berikut,
4.1.3 VARIANSI,
KOVARIANSI, DAN KROLASI
Variansi atau ragam (
var k)merupakan salah satu tolak ukur
keberagaman nilai suatu himpunan data. Dalam hal ini, citra merupakan suatu
himpunan data nilai pixel sehingga nilai variansi suatu saluran citra merupkan
gambaran tentanng kebergaman nilai pixel yang ada pada nilai citra tersebut.
ada kaitan yang erat antara variansi dan simpangan baku sk. Kalau simpangan
baku menyatakan besarnya simpangan rerata suatu data makavariansi menyatakan
bentangan datanya. Semakin beragam nilai pixelnya semakin besar bentanganya.
Variansi merupakan nilai kuadrat dari simpangan baku sehingga dapat dirumuskan
sebagai berikut.
Sebenarnya, baik
simpangan bakumaupun variansi merupakan parameter sebaran data ( data spread).
Keuntungan penggunaan simpangan baku ialah bahwa parameter ini dinyatakan dalam
suatu pengukuran yang sama dengan data pengamatan asli: sementara variansi
dinyatakan dalam suatu kuadratnya ( Stein, 1999).
Pengukuran nilai-nilai
spektra pixel tidak dapat independent maka suatu ukuran untuk interaksi antar
saluran iti diperlukan, yaitu dalam bentu kovariansi
Diamana covk adalah
nilai kovariansi antara dua saluran k dan
l, sedangkan sk dan si berturut
turtut adalah nilai simpangan baku pixel-pixel di saluran k dan l. nilai
kovariansi untuk dua saluran identic adalah dengan nilai variansi saluran
tersebut atau kuadarat daei simoangan bakunya. Untuk citra lansat ETM+ wilayah
maros, Sulawesi selatan, 6 saluran spectral dar biru hingga inframerah jauh
dapat dibuat tabel variansi dan konvariasi serta rerata dan simpangan bakunya (
tabel 4.1 ). Tabel matriks variansi – kovariansi secara sederhan memberikan
gambaran bahwa sepasang saluran yang masing-masing mempunya nilai variansi
tinggi akan cenderung mempunya nilai kovariansi tinggi pula. Sebaliknya, se[asang saluran yang
masing-masing mempunya nilai varinsi
rendah akan nilai menunjuakn nilai kovarinasi antarsaluran yang rendah pula.
Citra saluran biru
hingga inframerah jauh yang sama dapat di komputasi nilai koofisien kolerasinya
seperti tersaji pada tabel 4.2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa untuk
saluran yang sama ( misalnya antara saluran 2 dengan 2 ). Nilai koofisien korelasinya
pasti 1.00 atau berkolerasi + sempurna. Sementara itu, sama halnya dengan
matrix variasi-kovariansi, nilai koofisien kolerasi antarasaluran 2 dengan
saluran 1
Berdasarkan
tabel 4.2 tersebut, terlihat ada saluran-saluran yang berkolerasi tinggi (
misalnya saluran 1/buru dengan saluran 2/ hijau; dan saluran 4/ inframerah
dekat dengan saluran 5/ inframerah tenggah ). Namun, ada pula yang berkolrasi
rendah ( misalnya saluran 3/ merah
dengan 5/ inframerah tenggah; dan saluran 3/ merah dengan saluran 7/ inframerah
jauh). Gambar 4.4 melengkapi penjelasan ini
4.2 ALJABAR
CITRA
Banyak operasi
pengolahan citra bertumpuk pada operasi titk ( point operation), disamping
perhitungan statistikcitradan operasi ketetanggaan ( neighbourhood operation ).
Disamping itu pengolahan citra digital juga biasanya memperlakukan beberapa
saluran spectral secara serentak dalam satu tugas pengolhan. Operasi biasanya
yang diterapkan pada suatu himpunan peta
ini biasanya berupa ( + - x : ).
Lajabarpeta dioperasikan pada petadengan mmodel data raster dank arena
citradalamhal ini juga bisa dipangadan dalam suatu varian peta ruster maka
kebanyakan operasi aljabar peta bisa diterapkan pada citradigital, dimana
peta-peta dengan tema berbeda digantikan oleh citra denga saluran-saluran
spectral yang berbeda.
4.2.1 PRINSIP
DASAR ALJABAR CITRA
Liu dan Mason (
2009 ) secara cpesifik memandang aljabarpeta yang diterapkan pada citra
merupakan klompok operasi titik multi peta ( multiimage point operations ). Secara
umum terlihat pada fungsi berikut :
y=f(x1,x2,x3………….xn ),
diamana ;
n ; jumblah
saluran
perlu ditkankan
disini bahwa operasi aljabar citra atau peta sepenuhnya bersifat lokal,
berbasis pixel to pixel. Untuk itu dapat diturunkan suatu descriptor.
Ada 4 macam
oeprasi arimetik dasar yang biasa digunakan pada citra yaitu ( + - x : ).
Operasi-oparasi dasar ini nantinya akan terkombinasi dengan operasi matematis
lain, misalnya fungsi trigonometric. Operasi ini juga bisa dipadukan dengan operasi logis
: IF-THENatau IF-THEN-ELSE
4.2.2
JENIS-JENIS OPERASI ALJABAR CITRA
1. PENJUMLAHAN
CITRA
Penjumlahan
citra mengahsilkan citra baruhasil penjumlahan dengan nilai baru yang diberi
bobot. Secara umum hala itu dapat dirumuskan secara berikut.
Penjumlahan
citra bisa diterapkan pada sekumpulan pada citra multispectral mengingat bahwa
setiap pixel pada suatu citra dapat terkontaminasi oleh( noise). Sementara
pixel yang memuat derau tidak muncul pada sembarangan posisi yang sama pada saluran-saluran yang berbeda
pixel pada suatu saluran yang mempunyai signal to noise ratio (s/n ratio, yaitu
nisbasinyal terhadapderau) rendah karena adanya ganguan karena memperoleh
keuntungan. Pada banyak kasus penjumlahan citra dilakukan tanpa
mempertimbangkan bobot, apalagi faktor skala penjumlahan dengan faktor pembobot
seperti tersaji pada rumus tersebut merupakan metode penjumlahan citra pada
aras penjumlahan citra.
2.PENGURANGAN
CITRA
Liu dan mason
(2009) menegaskan bahwa dalam pengurangan citra, besarnya bobt citra masukan
sangatlah penting untuk itu diperlukan suatu prapemrosesan yang antarv lain
menggunakan teknik histogram matching apabila beda kontra antara kedua citra
tidak terlalu besar maka nilai wi dan wj sama dengan 1 bisa digunakan
Liu dan mason
masi menambahkan bahwa penggunaan teknik pengurangan citra kadangkalah
mengurangi informasi citra.lepas dari itu kekurangan tersebut, bebrapa metode
pengurangan citra diketahui cukup bermanfaat dalam menonjolkan aspek tertentu
aspek vegetasi maupun tanah.
3.
Perkalian Citra
Y =Xi . Xj…………………………………………………..(4.10)
Dimana
: Y = citra baru hasil pekalian Xi dan
Xj = citra saluran I dan j. dalam perkalian ini
setiap niliai piksel pada suatu posisi baris dan kolom yang sama dalam citra j.
erkalian terjadi dengan cara demikian adalah suatu array 2 dimensi, tetapi citra bukanlah matriks sebagai operasi
perkalianya tidak sama operasi perkalian pada matriks.
Gambar
4.6 Perkalian citra tanpa perskalaan kembali hasil perkalian (citra Y, atas)
dan dengan penskalaan melalui operasi akar kuadrat (citra Y, bawah).
Syarat
lain yang harus dipenuhi dalam perkalian citra adalah bahwa kedua citra i dan j
yang terlibat memiliki referensi spasial yang sama, yaitu bahwa kedua citra i
dan j harus punya georeferece yang sama yaitu mengaju ke proyeksi dan sistem
kordinat yang sama. Hal ini juga berlaku untuk semua metode aljabar citra.
Hasil perkalian citra baru dengan nilai yang jauh lebih besar dari nilai
maksimum pada citra (asli). Kondisi dengan nilai yang jauh lebih besar ini bisa
berdampak pada tidak jelasnya gambar yang tersaji pada citra, kecuali melalui
mekanisme penerangan kontras yang proposional.
4.
Pembagian Citra
Pembagian
citra secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :
………………………………………………………………………………(4.12)
Rumus-rumus
terdahulu terkait dengan aljabar citra, Y menyatakan citra baru hasil
komputasi, sementara Xi dan Xj berturut-turut mewakili citra salura i dan
saluran j hal terpenting yang perlu diperhatikan disini adalah adanya
kemungkinan bahwa penyebut (piksel pada citra Xj) bernilai 0. Pada citara
keluaran Y akan dihasilkan. Untuk mengatasi masalah semacam ini, kadang nilai
0-255 citra Xj terlebih dahulu digeser menjadi 1-256, hal ini juga menjadikan
masalah bagi sistem yang hanya bisa menyimpan pada julat 0-255. Cara lain
melalui pengondisian logis untuk setiap perhitungan yang melibatkan penyebut
bernilai 0 agar diberi hasil dengan nilai yang maksimum
5.
Indeks
Dalam
analisis citra digital multisepktral, akan banyak beruruan dengan indeks
spektral. Pada citra yang melibatkan dua saluran spektral atau lebih dalam
bentuk aljabar citra. Indeks-indeks ini dimanfaatkan uuntuk berbagai keperluan
misalnya untuk penonjolan aspek kerapatan vegetasi, penonjolan aspek tanah dan
buatan, dan juga penonjolan aspek kerapatan bangunan kekotaan.
Ration
vegetation indeks (RVI) dengan rumus :
RVI
= …………………………………………………………….(4.13)
Contoh
lainadalah Normalised diference vegetation indeks (NDVI) yang sanga populer
dalam berbagai kajian vegetasi dan lingkungan yang memerlukan paarameter
kerapatan vegetasi.
NDVI
=………………………………………………(4.14)
6.
pengegunaan operator matematis lain
Pengolahan
citra juga melibatkan operator matematis lain, seperti fungsi logaritma natural
(ln) dan fungsi trigometeri (sin, cos, tan, arctan dan sebagaainya) sama halnya
dengan formula terdahulu, penerapan suatu fungsi matematis terhadap citra Xi
atau Xj cukup disajikan dengan menuliskan fungsi matematis didepanya, misalnya
Y=
ln(Xi + ln Xj)…………………………………………………………………………(415)
Y=
sin(Xi) – cos (Xj)……………………………………………………………………..(4.16)
7.
Standardisasi saluran spektaral
Operasi
dapat melibatkan beberapaa saluran spektral dan biasanya ditunjukan untuk
menghasilkan saluran-saluran individual dalam himpunan data (data set).
Multispektral yang relatif lebih bebas pengharu atau efek bayangan. Ssecara
umum rumus untuk standardisasi saluran individual adalah sebagai berikut (eron
dan ewin 2009)
Yi
=……………………………………………………………………..(4.17)
Dimana
yi adalah citra baru (saluran baru) saluran
i yang distandarisasi Xi
adalah
citra saluran lama i yang menjadi
masukan , dan k adalah juamlah saluaran dengan rentang adri 1,2,3, … hingga
.
Contoh
citra multispektral Ikonos dengan 4 saluran spektral ( biru/B, hijau/H,
merah/M, dan inframerah dekat/IMD ), maka setiap nilai kecarahan disetiap
saluran bisa distandarisasi dengan cara :
4.3 visualisasi citra
Citra digital sebagai data biner
sebenarnya tidak disimpan sebagai citra yang sesungguhnya. Citra digital,
meskipundisimpan dalam berbagai format, tidaklah menggambarkan, ruang dalam
arti yang sebenarnya. Dalam data digital hanyalah dalam angka kisaran 0 – 255,
kalo data disimpan dalam 8 bit/ coding, 0 – 511 kalo disimpan dalam 9 bit/
coding, 0 – 1023 kalo disimpan dalam 10 bit/ coding, dan seterusnya.
Represntasi nilai respons spektral yang tercatat dalam sensor, dapat mengatakan
bahwa data digital tersimpan dalam domain spektral.
4.3.1 tampilan monokromatik
Nilai kecerahan atau nilai digital
ini kemudian direpresentasikan pada layar monitor dengan mengikuti konfensi
bahwa nilai sangat rendah ( dalam hal ini 0 ) disajikan dengan rona sangat
gelap atau hitam; sementara itu nilai sangat tinggi disajikan dengan rona
sangat cerah atau putih. Hal ini selaras dengan presepsi mata manusia bahwa sesuatu
yang gelap berkoerasi dengan tingkat pantulan yang sedikit ( rendah), sedangkan
sesuatu yang cerah dengan tingkat pantulan yang banyak ( tinggi).
Citra –citra saluran tunggal
seringkali ditampilka dengan representasi tingkat keabuan ( Grey Scale). Tampilan
semacam ini disebut dengan tampilan monokromatik dengan gradasi keabuan. Hal
yang sama juga bisa diterapkan pada citra radar yang nilai pikselnya menunjukan
tingkat hamburan balik yang dicatat dalam desibel (dB).
Tampilan dengan derajat keabuan, citra
saluran tunggal dapat disajikan secara monokromatik sesuai dengan spektrum
panjang gelombangnya dan atau mengikuti bidang warna tertentu. Misalnya biru (
didalam julat 0,4 – 0,5 μm ), hijau ( 0,5 – 0,6 μm ), merah ( 0,6 – 0,7 μm ),
inframerah dekat (0,7 – 1,1 μm). Hal ini sering menjadikan kalangan awang
binggung, apa makna saluran biru, hijau, merah. Pertanyaan ini tentu saja
adalah bahwa gradasi keabuan tersebut mewakili nilai kecerahan, dan nilai
kecerahan itu menunjukan kekuatan pantukan di spekterum ternasuk. Pantulan di
spektrum merah yang sangat rendah : begitu pula sebaliknya : rona putih
mewakili nilai pantulan dispektrum merah yang sangat kuat.
4.3.2
CITRA COMPOSIT WARNA
1.
Teori kubus warna
Warna-warna
lain muncul sebagai kombinasi dari warna dasar-dasar tersebut pengertian ini
didasari oleh teori kubus warna. Dimana
warna merah, hijau, biru diletakan berturut-turut pada setiap sumbuh warnah.
2. LUT UNTUK WARNA LAIN
Teknik Seudo Color digunakan untuk menonjolkan perbedaan
nilai spectral yang tipis, tanpa melakukan perentangan kontras. Untuk monitor 8
bit, nilai terendah yaiutu 0, di beri warna hitam; wrna biru untuknilai 1, 2,
3,…., warnah hijau untuk nilai 128, 129, 130…, dan akhirnya untuk warna merah
untuk nilai 250. Kombinasi warna yang berbeda, misalnya dari biru gelap,
ungu, magenta, merah, pink, sampai
dengan putih.
Disamping itu masih banyak teknik presentasi pixel dalam
wrna yang semuanya lebih mengandalkan perbedaan warnah berulan untuk setiap
selang nilai tertentu, misalnya setiap 8 tingkat kecerahan, 16 tingkat
kecerahan.
3. LUT UNTUK CITRA KOMOPSIT WARNA
Dalam penyusunan citra komposit warna. Setiap saluran
memasukan pada umumnya mempunyai tingkatan bit-coding minimal 8 atau setara
dengan julat 0-255. Apabila suatu citra komposit tersusun atas tiga saluran
yang masing-masing mempunya kedalaman infiormasi pixel 8 bit (28 tingkat
kecerahan, atau 256 gradasi keabuhan) disamping itu, ada kalahnya layar monitor
dengan grapic card diatur pada tingkat bit yang berbeda, bahkan sampai 8n bit
saja.
Suatu proses kebalikan dari perentangn kontras paket
pengolah citara alexsander yang menggunakan computer berarsitektur RISC 32 bit
BBC Arcimedes diawal 1990 an adalah contoh yang memanfaatkan teknik kompresi
bit seperti ini, kemudian satu dimanfaat kan menjadi 3 bit demikinanjuga
saluran 2, saluran 3 dimanfaatkan menjadi 2bit. Dibutukan 3+3+2= 8 bit system
penyajian pada layar. Alternative tampilan dapat di lakukkan dengan pembalikan
urutan pemampaatan bit (2-3-3 atau 3-2-3, dan seterusnya).
Teknik lain, yang masih juga merupakan kompresi citra,adalah
penyusunan fungsi matematis ke tiga saluran untuk menghasilkan citra baru yaitu
citra komposit. Sebagai contoh, tiga saluran (1,2,3) yang masing-masing
memiliki julat 0-255 akan dipadukan menjadi citra komosit warna.
Citra komposit =36x (saluran_1+6xsaluran_2+saluran_3 dimana
saluran _1= inframerah dekat, saluran_2= merah, saluran _3 =hijau.
Hasil perhitungan memberikan nilai 36x 1+6x3+1x4=58 yang
diberih warnah biru kehijauan agak cerah. Kemungkinan maksimum dari nilai ini
adalah 215, yang diberi warna putih, unutuk nyatakan objek mempunyai nilai
maksimum pada saluran _1 (= maksimum), maksimum_2(maksimum hijau), maksimum
pada bsaluran _3(maksimum biru).
4.4 SISTIM PENGOLAHAN CITRA
Berkebangnya computer personal (pc) pada decade 90an dan
kemudian leptop pada dekade pertama abad ke 21 telah membuat system pengolahan
citrapengindraan jauh dapat dijangkau oleh saiapa saja disisi lain segalah
kemudahan diikuti dengan cara operasi dan pemrosesan sehingga kalanga awam
tanpa pengalaman yang memadahi data latar belakang penginderaan jauh dapat
mengolah citra dengan memberikan hasil berupa peta-peta turunan, meskipun dari
aspek kualitas masih banyak halyang perlu di pertanyakan.
Envi menawarkan fleksibelitas dalam pengolahan citra melalui
IDL, dimana pengguna dapat memprogram modul yang diingikan IDL kekurangan utama
Envin adalah menginterpretasi analisis citra spektra dengan data spasial lain,
perangkat lunak dengan fungsi yang hampir serupa dengan envi adalah R-Mapper
(earth Resource mapper) yang pada awalnya di kembangkan di Australia. Kemampuan
untuk koreksi geometric dan penyusunan mosaic citra secara digital termaksut
unggul fitur utama yang paling menonjol pada perangkat lunak ini ialah kecpatan
pemrosesan dan tampilan yang disertai dengan penyimpangan berkas yang evisien.
Kemapuan pengolahan citra yang terbatas dimiliki oleh
perangkat lunak SYG berbasi vector, seperti mapinfo dan arcview sertah arcGI.
Ada beberapa perangkat lunaka yang menyediakn fasilitas
terintergretasiantar pengolahan cita dan SIG.
ERDAS (earth resource data analysis system, kemampuan
konfersi datanya dari dan ke perangkat lunak lain sangat bagus. Imagine
menawarkan fleksibilitas pengolahan citra dengan dokumentasi dan fasilita
sbantuan yang sangat lengkap melalui ERDAS fileld guide. Dibandingkan dengan
ENVIL dan ERmapper imagine memberikan informasi statistic yang sangat lengkap
dalm proses klasifikasi yang banyak dipakai sebagai refrensi.
Hirologi dan erosi, misalnya. Meskipun demikian,
fleksibelitas unutk analisis data diluar menu tidak sebaik perangkat lunak dan
pengolah citra SIG bebasis raster lainnya.
Contoh berpa perangkat lunak yang bersifat komersial,
gratis, maupun milik pemerintah, dengn kemampuan analisis data spasial. Tabel
4.5 merupakan modifikasi atas Jansen(2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar